Quantcast
Channel: Lafamilledewijaya
Viewing all articles
Browse latest Browse all 201

Tepat Dua Tahun Kemudian...

$
0
0
I know " blood is thicker than water ".
Believe me, I know.



Namun gw juga tidak mencoba memposisikan diri gw untuk mendapatkan pengakuan public sebagai wanita shalihah, panutan, idola, inspirator, or whatever. Karena buat gw, keimanan seseorang tidak fair untuk dinilai semata-mata dari status social media yang menyatakan dukungan kepada kandidat presiden.


Gw pengen menulis sebagaimana gw apa adanya.
I am just a human being, terkadang  dengan demon inside me.
Bukan sesuatu yang pengen gw banggakan, justru gw gak pengen orang lain mengalami hal yang sama seperti yang pernah gw lalui.


Seingat gw, ada perubahan dari hubungan gw dengan kakak perempuan tertua gw, anak no. 2 sejak Alm bokap meninggal 10 tahun yang lalu.
Gw gakkan cerita panjang lebar detailnya kenapa, but somehow gw AGAK menyalahkan kakak no.2 gw ini atas penyesalan yang gw rasakan sepeninggalan alm bokap gw. 


Ditambah lagi dengan kekecewaan gw di saat nyokap gw pergi dan menjadikan kami bertiga yatim piatu.
Gw semakin jauh dari kakak no. 2 gw.
Kakak yang dulu pernah deket banget sama gw.






Sebenarnya kakak gw ini udah beberapa kali keluar masuk RS.
Tapi kakak gw ini sebagai single mom punya beberapa agenda yang tidak bisa dia tinggalkan.


Sebagai Outsider boleh saja berpikir " Lagian, udah tau lagi sakit. Ngapain sih sibuk ngurusin gituan ".


" Usia udah segitu, bukannya fokus ngurusin akherat  ", mungkin dari beberapa orang yang saat ini sibuk pengen dinilai sebagai " orang shalih / shalihah " bisa keluar komen kayak begini.


" Bukannya sibuk memperjuangkan Islam !! ",  netijen garis keras bisa jadi komen kayak gini.


Walaupun begitu, gw, sebagai wanita bersuami sekaligus wanita bekerja, bisa memahami posisi kakak gw yang menyandang janda, bukan wanita bekerja dan harus memastikan ketiga anak gadisnya tidak kelaparan dan kehidupan yang cukup buat anaknya.


 Di minggu ke-4 bulan Oktober 2018, kakak gw, si anak no. 3 menelpon. Memberi kabar bahwa kakak kami masuk RS lagi.
Kondisi fisiknya terus menurun, begitu kata kakak gw.


Sabtu sore, 27 Oktober 2018 bersama Hani, gw menjenguk kakak gw yang terbaring lemah di RS Islam Cempaka Putih. Saat ini kakak gw cuma ditemani anak bungsunya yang menjaganya di RS.


Seperti yang gw cerita sebelumnya kakak gw udah sering bolak-balik masuk RS, tapi gw gak pernah punya firasat, perasaan atau apalah.
Tapi tidak di hari itu.


Melihat kondisi kakak gw yang terlihat lemas dan kurus, itulah pertama kalinya setelah sepuluh tahun terakhir, gw merasa bahwa sesungguhnya gw sayang sama kakak gw.


Pertama kalinya, gw merasa gak tega melihat kondisi kakak gw.
Bukan hanya terlihat mengenaskan, tapi lebih kepada gw gak tega melihat orang yang gw sayangi menderita seperti ini.


Biasanya kalo dia mengeluh sakit, gw kadang suka merasa ini drama apa beneran sih.
Tapi tidak di hari itu.
Saat dia mengeluh sore itu " Cu, aku kayaknya gak tahan lagi hidup kalo sakit begini...."
Seketika gw pengen nangis.


Tapi tentu saja, gw tidak melakukan itu di depan dia.
Tidak di depan pasien yang sudah putus asa atas kondisi fisik dan secara psikologis(I guess) ditambah lagi ada anak yatim usia 12 tahun yang menemani mamanya yang sedang menjadi pesakitan.


Sebagai wanita yang lebih suka terlihat sok kuat (padahal aselinya mah menye-menye dan #timmewek), gw berusaha menguatkan kakak gw " Hust. Ngawur aja kalo ngomong. Banyak orang yang udah gak punya siapa-siapa aja masih berjuang untuk hidup. Ngah ( red: Bude dalam Bahasa Bangka) punya 3 orang anak yang masih butuh perhatian mamanya. Ngah punya banyak alasan untuk tetap berjuang hidup "


..... " Aku udah gak tahan, Cu. Aku juga udah gak napsu makan "
" Hust. ya udah, mau dibawain makanan apa biar Ngah napsu kembali makan dan cepat sembuh ?"
" ....Aku mau dibawain lakso, Cu "


DEG.
Rasa gak enak kembali menyerang perasaan gw.
Sebenarnya lakso mah cuma makanan khas Bangka yang jarang dijual kecuali yang jualan orang Bangka aseli.
Tapi bukan itu yang bikin perasaan gw gak enak.


gw mendadak teringat kembali ke masa Sepuluh tahun yang lalu.
Sepuluh tahun yang lalu, di bulan Oktober juga, kira-kira seminggu sebelum almarhum Bokap gw meninggal, beliau ngebet banget ngidam minta dibeliin Lakso.
Gak bisa gak, pengen banget


Waktu itu gw bingung harus nyari lakso di mana. Karena nyari lakso gak segampang nyari Bakmi Bangka ato Martabak Bangka kan ?
Kemudian dapet rekomendasi buat nyari di pasar di daerah Jembatan Besi, di sana ada engkoh-engkoh aseli Bangka yang jualan lakso barengan sama jual kue-kue jajanan pasar khas Bangka.


Dan untungnya walopun saat itu gw masih hamil muda 4 bulan, gw turutin nyariin Lakso jauh-jauh naik Bajaj dari Rawasari sampe ke Jembatan besi sono, kalo gak mungkin gw akan menyesal seumur hidup.


Dan sore itu, kakak gw, yang menemani gw naik Bajaj nyari lakso buat almarhum bokap gw seminggu sebelum kepergiannya, mendadak minta dibeliin lakso sesaat setelah dia mengeluh tak tahan meneruskan hidup dengan kondisi ini.


Ya ALLAH.
Apakah ini pertanda ?, jerit gw dalam hati, tentu saja.


"......Ngah, aku gak tau dimana harus nyari Lakso. Dulu kan Ngah yang tau tempatnya. Gimana kalo aku bawain otak-otak Bangka sama mie ayam Bangka ? Kalo ini mah di komplek rumah aku kebetulan ada yang jualan..."


" ....Boleh lah, Cu. Bawain buat aku besok ya...."


Saat menyusuri bangsal-bangsal RSI Cempaka Putih menuju mobil, gw mengutarakan kegundahan gw atas permintaan kakak gw ke Hani. Ketakutan sih, lebih tepatnya.


" Ah, itu mah perasaan loe aja . udah, besok kita cariin aja di Fresh market Galaxy. Kayaknya di tukang jualan kue langgananmu itu orang Bangka deh. Siapa tau jual lakso "


Minggu, 28 Oktober 2018.
Gw sebenarnya pesimis bisa dapetin lakso di Fresh Market Galaxy Minggu pagi itu. Perasaan gw gak pernah liat ada yang jualan lakso deh.
Tapi Hani dengan sotoy (apa pede ?!) memberanikan nanya langsung sama tukang kue langganan gw di depan Fresh Market Galaxy, dan....


" Bener kan dia dulu pernah jualan lakso. Tapi sekarang udah gak jualan lagi..."
" Yaah...yah sudahlah, mungkin bukan rezeki kakak gw "
" Tapi tadi gw tanya, ada lagi gak yang jualan lakso di sekitaran sini. Dia ngasih tau deket jejeran kios itu ada yang jualan..."


ALHAMDULILLAH.
Pagi itu kami menemukan tukang jual lakso di kios Fresh Market.
Rezeki kakak gw banget.


Saking girangnya, gw langsung telpon kakak gw mengabarkan bahwa gw udah dapet lakso keinginannya dan gw akan antarkan untuk makan siang.



Walaupun hanya sebungkus lakso yang seharga 15ribu / cap, namun saat gw menyodorkan plastic itu ke kakak gw, rasanya seperti gw sedang menyerahkan segenggam berlian.

Seriously, gw gak lebay bilang kalo gw seneng banget rasanya bisa memenuhi apa yang dipengenin kakak gw saat itu.

Mungkin suatu hari jika loe mengalami posisi yang gw alamin hari itu, loe akan tau rasanya seperti apa.

Rasanya gw gakkan pernah bisa melupakan ekspresi kakak gw siang itu....
..." Alhamdulillah, Makasih ya, Cu...."


Saat itulah, ada perasaan berkecamuk di hati gw.
Dua tahun lalu, gw pernah menulis kalimat ini di postingan ketika alm nyokap gw meninggal


 I love you, Mom. 
I wish I had my last chance to say it directly to you before it was taken away from my life. 



Ketika gw melihat kondisi kakak gw siang itu, ada perasaan yang mendorong gw untuk mengatakan " I love you, Yuk ".
Tapi tentu saja hal ini tidak mudah.
Bukan karena perasaan yang mengganjal di hati gw selama sepuluh tahun terakhir, tapi seperti yang pernah gw tulis juga bahwa kami dibesarkan di jaman konvensional.


Gak semudah gw untuk bilang " I Love you " ke Hani atau Athia.
Ujug-ujug ngomong kalimat seperti ini belum hal lazim di keluarga gw.


Layaknya ada tokek yang bersuara di kepala gw....
" Ngomong...", tokek
"...gak ...", tokek
" Ngomong...", tokek
" Gak "




" Yuk, Acu pamit dulu ", cium tangan kakak gw.
" Ya, pulanglah. Ati-ati. Salam buat Athia ya ".
Red : karena kakak gw berada di ruang isolasi, jadi bukan pilihan untuk ngajakin Athia membesuk tantenya.


Gw berjalan ke pintu meninggalkan kakak gw yang masih terbatuk-batuk kesakitan.
Saat perang batin dalam diri gw itu gw pikir sudah kelar, mendadak ada bisikan kuat yang mengatakan " Ndah, loe pernah kehilangan kesempatan ngomong ini ke nyokap dan loe menyesal untuk selamanya. Dan loe gak pernah tau kapan kesempatan terakhir untuk bilang ini ke Ayuk..."


Gw menoleh ke kakak gw
" Yuk... Acu sayang Ayuk..."


Kakak gw cuma tersenyum.
Gw pun pergi meninggalkan kamar isolasi tempat dia dirawat dengan hati tak menentu.
Dan ternyata itulah momen dimana untuk terakhir kalinya gw melihat dia dalam keadaan hidup.


Kakak gw dinyatakan boleh keluar dari RS keesokan harinya, hari Senin 30 Oktober 2018 dengan catatan dia harus tetap berobat jalan.


Gw memang akan mengunjungi kakak gw lagi sepulang dari RS, tapi menunggu wiken.


Sabtu sore itu, 3 November 2018.
Gw niatnya mo memperbaiki jam tangan gw dulu abis itu mengunjungi kakak gw di rumah.
Saat nemenin Athia makan di mall itulah, ponsel gw mendadak berdering.
Gw melirik nama yang tertera di display caller ponsel gw.
Kakak gw no. 3


Mendadak gw merasa gemetar dan sudah merasakan firasat yang tidak baik begitu melihat namanya di ID Caller ponsel gw.
Pasti ada sesuatu yang terjadi.
Rasa takut yang dulu pernah gw rasakan setiap kali gw menerima telpon dari kakak gw, mengkhawatirkan kabar tentang nyokap gw.


....Dan memang terjadi.
" Cu, Ngah masuk UGD RS Islam lagi. Dia sudah tidak sadarkan diri "


Langsung gw menyusul ke RS. Menemukan kakak gw no. 2 sudah tidak sadarkan diri.
Somehow, gw sudah punya firasat bahwa kakak gw ini tidak akan kembali ke rumah dalam keadaan hidup.
Mengingat gw pernah punya pengalaman alm bokap yang dirawat di ICU berhari-hari setelah tidak sadarkan diri dan tidak pernah bangun sadar kembali ke rumah.


Gw gak sanggup menahan tangis. Gw bisikkan ke telinganya dan memegang tangannya " Yuk, berjuang. Kami sayang ayuk..."
Kakak gw sempat memberikan respond, menggerakkan kakinya.


Gw lihat kakak gw no. 3 udah mulai nangis, begitu juga keponakan gw.
Akhirnya gw meninggalkan mereka dan ke mobil. Nangis dalam pelukan Hani, karena gw gak mau terlihat menangis dan bikin sedih keponakan-keponakan gw yang sudah menjadi yatim.


Kakak gw terus dan tidak pernah sadarkan diri.
Sampai Senin malam, 5 November 2018 pukul 10 malam, gw sudah tertidur pulas setelah persiapan audit Quality global di hari Selasa, ketika keponakan Hani (yang kebetulan sedang tinggal di rumah gw) mengetok kamar gw dan teriak " Mom, bangun, Mom, ada telpon dari kak Icha ( keponakan gw yang berteman dengan keponakan Hani). Ngah meninggal "


Keponakan gw, anak tertua kakak gw menelpon gw dengan suara tangis "Cu.... Mama udah gak ada. mama sudah meninggal..huhuhuhu "


Sesaat sebelum tidur tadi, gw minum tolak angin biar tertidur pulas. Namun baru tertidur sekitar satu jam-an sudah dibangunkan, butuh waktu beberapa saat untuk mengumpulkan nyawa sampai bener-bener sadar dan gak dalam keadaan melayang.
Butuh waktu untuk gak sempoyongan ya karena pengaruh tolak angin dan pengaruh berita duka cita ini.
Abis itu buru-buru mengemas barang-barang untuk segera ke RS Islam mendampingi keponakan-keponakan gw, mengurus keperluan jenazah.


Sekali lagi, gw menangis dalam mobil di sebelah Hani.
Menangisi betapa gw menyesal menyia-nyiakan waktu sepuluh tahun dengan hubungan yang berjarak antara gw dan kakak gw.


5 November 2016, almarhum nyokap gw meninggal dunia meninggalkan kami, ketiga putrinya menjadi yatim piatu.
6 November 2016 dimakamkan.
7 November 2016, gw harus menjadi leader dalam Audit Sertifikasi ISO 9001:2015


Tepat dua tahun kemudian,
5 November 2018, kakak gw dipanggil ke Rahmatullah meninggalkan tiga orang putrinya yang juga sekarang berstatus yatim-piatu.
6 November 2018, kakak gw dimakamkan di liang kuburan yang sama dengan almarhum nyokap gw.
6 November 2018, gw seharusnya menjadi leader dalam audit Global Quality.
 
............................" Yang gw lihat Ayuk sayang bgt sama lo "
kata Opa saat gw chat mengabarkan Opa beberapa minggu setelah kakak gw tiada.


Opa adalah salah sahabat gw yang mengenal gw dan kakak gw dari mulai jaman kuliah.
Opa bahkan mengenal Mbak Adyt , anak tertua kakak gw, dari jaman dia masih TK hingga sekarang sudah genap berusia 25 tahun.


Dan sukses membuat gw mewek sejadi-jadinya di ruangan gw.
Untung gw gak perlu berbagi ruangan dengan orang lain.



Lagi-lagi gw menyesal.
Membiarkan sepuluh tahun dikalahkan oleh setan yang membiarkan gw menjauh dari kakak gw.
Mengutuki diri sendiri bahwa ternyata bertambah usia tidak diikuti dengan bertambahnya kedewasaan gw.
Instead of mengkambinghitamkan kakak gw sendiri, semestinya gw punya pilihan bagaimana menyikapi hubungan gw dengan alm bokap gw




Gw gak bermaksud menulis postingan ini agar dipuja, diidolai, dijadikan sebagai inspirasi.
Gw cuma ingin menulis kenangan terakhir yang gw punya tentang kakak gw no. 2
Menulis supaya orang lain jangan sampai mengulangi apa yang gw alamin.


Jangan pernah tinggalkan orang yang kita sayang dengan kata-kata yang kelak akan membuat kita menyesal sudah mengucapkannya.
Karena kita gak pernah tau, kapan kata-kata yang kita ucapkan itu adalah kata-kata terakhir kita yang akan diingat selamanya.




Bagaimana pun gw berharap bisa mengulang waktu sepuluh tahun yang terbuang, setidaknya ada satu yang melegakan gw, memudahkan jalan gw untuk mengingat kakak gw.


Lega karena " Acu sayang Ayuk "adalah kata-kata terakhir gw untuk kakak gw no, 2 dengan kondisi masih hidup.
I love you, Yuk

Viewing all articles
Browse latest Browse all 201