Waktu menyelenggarakan seminar tetralogy tahun kemarin, Session 3 Ketika Anak kecanduan Games merupakan session yang paling sepi.
Setelah gw mengorek-korek dari peserta yang ikut session lain, alasan mereka skip session 3 rata-rata sama.
" Anak mereka belum kecanduan games,"
" Gak mungkinlah anak mereka kecanduan games. "
" Emang seberapa sering sih anak maen games."
" Kalo kecanduan games, tinggal buang aja gadget nya."
Ah, C'mon. No big deal.
Yah, gw (dan Supermoms Indonesia) sangat menghargai alasan mereka.
We are sure the parents know what's the best for their children.
Namun walau begitu, Gw yakin apa yang dirumuskan untuk menjadi topik seminar oleh Ibu Elly Risman and team bukanlah sesuatu yang hanya sekedar sekelebat muncul di pikiran perumusnya.
Pasti melalui suatu proses research yang panjang sehingga Ibu Elly Risman dan Yayasan Kita dan Buah Hati sampai merekemondasikan topik Kecanduan games pada anak ini diangkat menjadi suatu topik seminar.
Beberapa bulan setelah gw kelar mengikuti seminar session 3....
Gw mengamati satu anak laki-laki yang lagi lucu-lucunya. Gw perkirakan dia berusia sekitar 5-6 tahun.
Ibunya nampak sedang menikmati acara kumpul-kumpul dengan teman-temannya, saat anak tadi meminta pulang.
Ketika ditanya Ibunya kenapa anak keliatan tidak nyaman di restoran tersebut, alasannya simple saja. Rupanya alasan anaknya sedari tadi merengek minta cepetan pulang karena sang anak pengen maen games di rumah.
Merengek dan gelisah sepanjang acara.
Sampai kemudian sang anak melihat salah satu gadget teman ibunya. Di luar dugaan kita banget, anak kecil zaman sekarang tuh jauh lebih pinter ya. Dia meminjam gadget teman ibunya. Yah teman ibunya pun tidak keberatan meminjamkan gadgetnya.
Sang anak mencari games di gadget teman ibunya tersebut, namun sayang dia tidak menemukan games apa-apa. Karena temen ibunya tidak menginstall games apapun di gadgetnya.
Kenapa gw bilang sang anak jauh lebih pintar ?
Karena sang anak bisa menemukan playstore di gadget teman ibunya dan masuk menginstall games dari playstore tersebut.
Frankly speaking, gw tercengang melihat pemandangan itu.
You know, Folks,, this kid is even smarter than me !
Memang untuk beberapa saat dia gak kepikiran soal games, namun gak lama kemudian dia pasti akan kembali minta pulang karena mau maen games di rumah.
Dari cerita ibunya yang gw dengar, ibunya lah yang pertama kali memperkenalkan games ke anaknya di PC.
Dari alasan sejuta ibu : mainan yang ditujukan untuk menstimulasi otak anak sampe biar anaknya anteng sementara ibunya bisa melakukan hal yang lain.
Kejadian lain.
Waktu gw datang di Tea Party di Sekolahan Athia beberapa minggu yang lalu, salah satu acara adalah adanya semacam seminar kecil. Pembicara yang diundang merupakan terapist anak berkebutuhan khusus.
Di luar anak-anak yang memang berkebutuhan khusus dari lahir, ada fenomena baru yang menggiring orang tua di zaman Digital ini mengirimkan anaknya ke terapi sensori integrasi.
Jadi sekarang yang antri di terapi sensori integrasi itu, bukan hanya untuk anak-anak yang kehilangan sense rasa takut ato rasa takut berlebih saja. Mereka yang harus antri di terapi sensori integrasi (sekarang masih sedikit) juga termasuk anak-anak yang selama ini terlalu lama berinteraksi dengan....ipad/tab.
Menurut pembicara seminar Rumah Kepik pagi itu, saat ini ada banyak anak-anak usia SD mogok menulis di sekolah.
Menulis itu perlu effort lho.
Dan anak-anak itu sudah terbiasa mempergunakan tangan mereka dengan " touch screen " sehingga gak mo lagi menulis.
Ah masa sih ?
Tapi gw sebenarnya percaya...karena ibu ini adalah terapis di salah satu klinik tumbuh kembang. Tapi...tapi...tetep aja masa sih ada kasus beginian ?
....dan emang bener adanya.
Ibu tadi praktek di salah satu klinik tumbuh kembang di Cipete.
Sementara di Salah satu RS yang menyediakan tumbuh kembang di Bekesong, ada yang cerita sama gw kalo bener adanya kasus tersebut.
Yang cerita sama gw ini bilang kalo dia ngeliat ibu-ibu muda dan bapak-bapak muda lagi nungguin anaknya di terapi SI.
Yaah...biasalah ibu-ibu suka mo tau aja.
Salah satu ibu (kayaknya penghuni lama) yang juga lagi nungguin anaknya terapi di kelas lain, kepo nanyain salah satu ibu (yang pemaen baru) kenapa anaknya harus diterapi SI.
Eiym. Mo tau aje ye.
Ibu tadi mengaku bahwa anaknya sebenarnya dulu bukanlah anak berkebutuhan khusus.
Dia memasukan anaknya ke terapi SI ini dikarenakan anaknya sudah dua tahun berturut-turut gak naik kelas. Ohya, anaknya duduk di kelas 2 SD.
Bukan karena anaknya mengalami kesulitan fokus dalam mencerna pelajaran.
Bukan karena anaknya tidak pandai.
Tapi karena anaknya malas menulis.
Lagi-lagi karena sedari kecil udah terbiasa bersentuhan dengan ipad.
Yang dengan ngeluarin tenagaseicrit sedikit aja, dia bisa mendapatkan apa yang dia mau.
Jadi anaknya gak mo nulis.
Gak cuma gak mo nulis. Bok, anaknya gak mo ngapa-ngapain.
Tangannya cuma mo dipergunakan untuk dua hal : makan dan maen ipad.
Selain dari dua kegiatan itu, dia males.
Termasuk ketika harus bersosialiasi dengan orang lain.
MALES. Period.
Anak dari bapak muda yang sedang memegang ipad itu juga mengalami kasus yang sama.
Gw pikir anak itu males beraktivitas karena *duh, maap ya*...overweight.
Tapi yang cerita sama gw menyangkal teori gw " Gak. Dua-dua nya gak overweight kok. Dua-duanya malah cenderung skinny "
So, Ok, whateverlah.
Tap jelasnya, ada dua anak (yang ketauan) aja yang butuh terapi SI itu di klinik di bekasi .
Dengan orang tua yang berbeda.
Artinya ada dua kasus.
Dan ohya, itu baru ketemu di hari itu dan jam kelas segitu aja.
Entahlah, apakah masih banyak anak yang tadinya bukan anak berkebutuhan khusus namun akhirnya memerlukan terapi yang sama di hari dan jam yang lain.
Kenyataan ini bikin miris gak sih ?
You don't know idea bagaimana emak-emak dengan anak berkebutuhan khusus harus berjuang bersama supaya anaknya bisa punya masa depan selayaknya anak-anak lain.
Sementara ada anak-anak yang tadinya sempurna lahir batin, namun kini harus berjuang bersama anak-anak berkebutuhan khusus lainnya dikarenakan kekhilafan kita sebagai orang tuanya.
Yah gw juga sih.
Kadang #gwbanget tuh suka ngasih Athia apapun yang dia sukai asalkan dia bisa anteng.
Give him anything. Anything he like.
Asalkan dia bisa diam dan gw leluasa melakukan apa yang juga gw sukai.
Oh well, maap maap aje ya, biasanya gw ngamatin gadget adalah senjata palingmematikan ampuh.
Anak biasanya langsung diem dan sibuk maen apps di gadget.
Bukan begitu, bukan ?
*namun, sayangnya Athia gak demen tab gw. Dia lebih suka narik-narik gw untuk maen smack down, ato rebutan cemilan gw. Hiuufff...*
Tapi, pesan Bu Elly Risman di setiap seminar yang selalu menohok jantung gw setiap kali gw mengingatnya.
" Cukup anak orang yang begitu. Jangan anak kita "
Gw baru menyadari dibalik session 3 kemarin : (keliatan) remeh tapi ternyata penting ya...
Sayangnya, masih banyak orang tua yang gak ngeh...
Jangankan yang skip seminar.
Yang udah paham, udah ikut seminarnya, udah denger cerita ini, tapi tetep aja kan ..kan..kan..#lagi-lagi #GwBanget
Makasih banget buat Bu Elly Risman dan Yayasan Kita dan Buah Hati yang kepikiran untuk menjadikan Kecanduan Games ini sebagai salah satu topik seminar.
Dan group hug buat semua temen-temen gw di Supermoms Indonesia ...
Siapapun yang udah milih dan akhirnya mutusin " Ketika Anak Kecanduan Games" kemarin menjadi salah satu topik dalam Seminar Tetralogy kita.
Session 3 kemarin mungkin tergolong sepi peserta, namun sesungguhnya kita gak salah pilih kok...
Tengkyu ya, Ladies...
Jaga baik-baik anak bangsa di tangan kita, ya parents....
Karena masa depan mereka yang sedang kita pertaruhkan.
Karena masa depan mereka yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
#ngomong sama mirror depan gw
#self reminder buat gw dan Hani.
Setelah gw mengorek-korek dari peserta yang ikut session lain, alasan mereka skip session 3 rata-rata sama.
" Anak mereka belum kecanduan games,"
" Gak mungkinlah anak mereka kecanduan games. "
" Emang seberapa sering sih anak maen games."
" Kalo kecanduan games, tinggal buang aja gadget nya."
Ah, C'mon. No big deal.
Yah, gw (dan Supermoms Indonesia) sangat menghargai alasan mereka.
We are sure the parents know what's the best for their children.
Namun walau begitu, Gw yakin apa yang dirumuskan untuk menjadi topik seminar oleh Ibu Elly Risman and team bukanlah sesuatu yang hanya sekedar sekelebat muncul di pikiran perumusnya.
Pasti melalui suatu proses research yang panjang sehingga Ibu Elly Risman dan Yayasan Kita dan Buah Hati sampai merekemondasikan topik Kecanduan games pada anak ini diangkat menjadi suatu topik seminar.
Beberapa bulan setelah gw kelar mengikuti seminar session 3....
Gw mengamati satu anak laki-laki yang lagi lucu-lucunya. Gw perkirakan dia berusia sekitar 5-6 tahun.
Ibunya nampak sedang menikmati acara kumpul-kumpul dengan teman-temannya, saat anak tadi meminta pulang.
Ketika ditanya Ibunya kenapa anak keliatan tidak nyaman di restoran tersebut, alasannya simple saja. Rupanya alasan anaknya sedari tadi merengek minta cepetan pulang karena sang anak pengen maen games di rumah.
Merengek dan gelisah sepanjang acara.
Sampai kemudian sang anak melihat salah satu gadget teman ibunya. Di luar dugaan kita banget, anak kecil zaman sekarang tuh jauh lebih pinter ya. Dia meminjam gadget teman ibunya. Yah teman ibunya pun tidak keberatan meminjamkan gadgetnya.
Sang anak mencari games di gadget teman ibunya tersebut, namun sayang dia tidak menemukan games apa-apa. Karena temen ibunya tidak menginstall games apapun di gadgetnya.
Kenapa gw bilang sang anak jauh lebih pintar ?
Karena sang anak bisa menemukan playstore di gadget teman ibunya dan masuk menginstall games dari playstore tersebut.
Frankly speaking, gw tercengang melihat pemandangan itu.
You know, Folks,, this kid is even smarter than me !
Memang untuk beberapa saat dia gak kepikiran soal games, namun gak lama kemudian dia pasti akan kembali minta pulang karena mau maen games di rumah.
Dari cerita ibunya yang gw dengar, ibunya lah yang pertama kali memperkenalkan games ke anaknya di PC.
Dari alasan sejuta ibu : mainan yang ditujukan untuk menstimulasi otak anak sampe biar anaknya anteng sementara ibunya bisa melakukan hal yang lain.
Kejadian lain.
Waktu gw datang di Tea Party di Sekolahan Athia beberapa minggu yang lalu, salah satu acara adalah adanya semacam seminar kecil. Pembicara yang diundang merupakan terapist anak berkebutuhan khusus.
Di luar anak-anak yang memang berkebutuhan khusus dari lahir, ada fenomena baru yang menggiring orang tua di zaman Digital ini mengirimkan anaknya ke terapi sensori integrasi.
Jadi sekarang yang antri di terapi sensori integrasi itu, bukan hanya untuk anak-anak yang kehilangan sense rasa takut ato rasa takut berlebih saja. Mereka yang harus antri di terapi sensori integrasi (sekarang masih sedikit) juga termasuk anak-anak yang selama ini terlalu lama berinteraksi dengan....ipad/tab.
Menurut pembicara seminar Rumah Kepik pagi itu, saat ini ada banyak anak-anak usia SD mogok menulis di sekolah.
Menulis itu perlu effort lho.
Dan anak-anak itu sudah terbiasa mempergunakan tangan mereka dengan " touch screen " sehingga gak mo lagi menulis.
Ah masa sih ?
Tapi gw sebenarnya percaya...karena ibu ini adalah terapis di salah satu klinik tumbuh kembang. Tapi...tapi...tetep aja masa sih ada kasus beginian ?
....dan emang bener adanya.
Ibu tadi praktek di salah satu klinik tumbuh kembang di Cipete.
Sementara di Salah satu RS yang menyediakan tumbuh kembang di Bekesong, ada yang cerita sama gw kalo bener adanya kasus tersebut.
Yang cerita sama gw ini bilang kalo dia ngeliat ibu-ibu muda dan bapak-bapak muda lagi nungguin anaknya di terapi SI.
Yaah...biasalah ibu-ibu suka mo tau aja.
Salah satu ibu (kayaknya penghuni lama) yang juga lagi nungguin anaknya terapi di kelas lain, kepo nanyain salah satu ibu (yang pemaen baru) kenapa anaknya harus diterapi SI.
Eiym. Mo tau aje ye.
Ibu tadi mengaku bahwa anaknya sebenarnya dulu bukanlah anak berkebutuhan khusus.
Dia memasukan anaknya ke terapi SI ini dikarenakan anaknya sudah dua tahun berturut-turut gak naik kelas. Ohya, anaknya duduk di kelas 2 SD.
Bukan karena anaknya mengalami kesulitan fokus dalam mencerna pelajaran.
Bukan karena anaknya tidak pandai.
Tapi karena anaknya malas menulis.
Lagi-lagi karena sedari kecil udah terbiasa bersentuhan dengan ipad.
Yang dengan ngeluarin tenaga
Jadi anaknya gak mo nulis.
Gak cuma gak mo nulis. Bok, anaknya gak mo ngapa-ngapain.
Tangannya cuma mo dipergunakan untuk dua hal : makan dan maen ipad.
Selain dari dua kegiatan itu, dia males.
Termasuk ketika harus bersosialiasi dengan orang lain.
MALES. Period.
Anak dari bapak muda yang sedang memegang ipad itu juga mengalami kasus yang sama.
Tapi yang cerita sama gw menyangkal teori gw " Gak. Dua-dua nya gak overweight kok. Dua-duanya malah cenderung skinny "
So, Ok, whateverlah.
Tap jelasnya, ada dua anak (yang ketauan) aja yang butuh terapi SI itu di klinik di bekasi .
Dengan orang tua yang berbeda.
Artinya ada dua kasus.
Dan ohya, itu baru ketemu di hari itu dan jam kelas segitu aja.
Entahlah, apakah masih banyak anak yang tadinya bukan anak berkebutuhan khusus namun akhirnya memerlukan terapi yang sama di hari dan jam yang lain.
Kenyataan ini bikin miris gak sih ?
You don't know idea bagaimana emak-emak dengan anak berkebutuhan khusus harus berjuang bersama supaya anaknya bisa punya masa depan selayaknya anak-anak lain.
Sementara ada anak-anak yang tadinya sempurna lahir batin, namun kini harus berjuang bersama anak-anak berkebutuhan khusus lainnya dikarenakan kekhilafan kita sebagai orang tuanya.
Yah gw juga sih.
Kadang #gwbanget tuh suka ngasih Athia apapun yang dia sukai asalkan dia bisa anteng.
Give him anything. Anything he like.
Asalkan dia bisa diam dan gw leluasa melakukan apa yang juga gw sukai.
Oh well, maap maap aje ya, biasanya gw ngamatin gadget adalah senjata paling
Anak biasanya langsung diem dan sibuk maen apps di gadget.
Bukan begitu, bukan ?
*namun, sayangnya Athia gak demen tab gw. Dia lebih suka narik-narik gw untuk maen smack down, ato rebutan cemilan gw. Hiuufff...*
" Cukup anak orang yang begitu. Jangan anak kita "
Gw baru menyadari dibalik session 3 kemarin : (keliatan) remeh tapi ternyata penting ya...
Sayangnya, masih banyak orang tua yang gak ngeh...
Jangankan yang skip seminar.
Yang udah paham, udah ikut seminarnya, udah denger cerita ini, tapi tetep aja kan ..kan..kan..#lagi-lagi #GwBanget
Makasih banget buat Bu Elly Risman dan Yayasan Kita dan Buah Hati yang kepikiran untuk menjadikan Kecanduan Games ini sebagai salah satu topik seminar.
Dan group hug buat semua temen-temen gw di Supermoms Indonesia ...
Siapapun yang udah milih dan akhirnya mutusin " Ketika Anak Kecanduan Games" kemarin menjadi salah satu topik dalam Seminar Tetralogy kita.
Session 3 kemarin mungkin tergolong sepi peserta, namun sesungguhnya kita gak salah pilih kok...
Tengkyu ya, Ladies...
Jaga baik-baik anak bangsa di tangan kita, ya parents....
Karena masa depan mereka yang sedang kita pertaruhkan.
Karena masa depan mereka yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
#ngomong sama mirror depan gw
#self reminder buat gw dan Hani.