Every Mom has her own battle.
And so do we.
Di WA group Oyeners, kami adalah empat ibu bukan hanya dekat secara letak geografis ( kebetulan rumah kami tetangga kompleks), namun juga punya kedekatan secara emosional.
Empat ibu dengan beban permasalahan hidup yang berbeda-beda dan satu sama lain mungkin gakkan sanggup memikul beban yang lain jika harus tukeran posisi.
Dan kali ini, gw minta @R33n3e salah satu temen gw yang tangguh ini yang juga merupakan temen belajar dalam menjadi ibu yang lebih baik untuk mengisi postingan ini....
So, Enjoy !
Mama saya sering bilang kalau jadi orangtua itu gak gampang, dan ternyata emang benar. Setelah saya menjadi ibu dari seorang gadis cantik berumur 7 tahun, saya ngerasain sendiri. Kalau sekedar hamil dan melahirkan, itu sudah kodrat kita jadi perempuan. Tapi, bagaimana mengurus dan yang utama adalah mendidiknya, agar anak kita jadi anak yang mandiri dan kelak jadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, itu yang paling berat. Apalagi nanti kita juga dimintai pertanggungjawaban sama Allah SWT, harus mengembalikan anak yang dititipkan-Nya ke kita, dalam keadaan fitrah sebersih kertas putih *mata berkaca-kaca*.
And so do we.
Di WA group Oyeners, kami adalah empat ibu bukan hanya dekat secara letak geografis ( kebetulan rumah kami tetangga kompleks), namun juga punya kedekatan secara emosional.
Empat ibu dengan beban permasalahan hidup yang berbeda-beda dan satu sama lain mungkin gakkan sanggup memikul beban yang lain jika harus tukeran posisi.
Dan kali ini, gw minta @R33n3e salah satu temen gw yang tangguh ini yang juga merupakan temen belajar dalam menjadi ibu yang lebih baik untuk mengisi postingan ini....
So, Enjoy !
Mama saya sering bilang kalau jadi orangtua itu gak gampang, dan ternyata emang benar. Setelah saya menjadi ibu dari seorang gadis cantik berumur 7 tahun, saya ngerasain sendiri. Kalau sekedar hamil dan melahirkan, itu sudah kodrat kita jadi perempuan. Tapi, bagaimana mengurus dan yang utama adalah mendidiknya, agar anak kita jadi anak yang mandiri dan kelak jadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, itu yang paling berat. Apalagi nanti kita juga dimintai pertanggungjawaban sama Allah SWT, harus mengembalikan anak yang dititipkan-Nya ke kita, dalam keadaan fitrah sebersih kertas putih *mata berkaca-kaca*.
Karena jadi orangtua itu gak ada sekolahnya, saya dan suami cari ilmunya sendiri. Caranya, bisa dengan bertanya sama orangtua sendiri, mertua, saudara, dan teman. Di jaman teknologi maju kayak sekarang ini, informasi juga bisa dapat dari internet, apalagi sekarang semua orang punya telepon pintar. Tinggal sentuh layar hape, semua informasi muncul. Di media juga banyak sekali informasi tentang ilmu parenting. Dan, yang lagi tren sekarang adalah banyaknya seminar dan talkshow offline yang diadakan oleh komunitas.
Pengalaman sebagai anak yang dibesarkan oleh orangtua, bisa juga dijadikan contoh dalam mendidik anak kita. Tapi, kayak yang selalu dibilang sama bu Elly, jaman orangtua kita dulu dan sekarang itu beda jauh banget. Saya, adalah anak generasi X, harus membesarkan dan mendidik Laras yang anak generasi Z. Dengan gap jaman yang jauh itu, cara mendidiknya juga harus benar-benar beda.
Waktu saya kecil dulu, belum ada gadget, apalagi internet. Hiburannya main sama teman atau nonton TV. Itupun channelnya cuma TVRI, tivi nasional yang isi siarannya adalah propaganda orde baru :). Sementara sekarang, Laras udah bisa menggunakan gadget kayak hape dan tablet. Stasiun tivi sekarang juga macem-macem, bisa pilih dari banyak channel, baik siaran lokal atau dari channel TV langganan.
Semakin maju dan pesatnya perkembangan teknologi, semakin berat juga tantangan kita sebagai orangtua dalam mendidik anak-anak. Banyak sekali contoh kasus anak yang jadi korban atau pelaku kriminal, akibat dari salah asuh dan didikan dari orangtuanya. Jujur, saya jadi parnoan banget kalau udah denger berita-berita tentang kejahatan yang melibatkan anak. Seringnya jadi mewek sendiri, bayangin Laras harus hidup di dunia gila yang penuh orang-orang "sakit". Untungnya saya punya suami bijaksana yang berkali-kali minta saya untuk selalu positive thinking. Berusaha semaksimal mungkin dan selalu pasrah minta perlindungan Allah SWT.
Saya dan suami punya cara sendiri dalam mengasuh dan mendidik Laras. Dasarnya kebanyakan memang diambil dari ilmu yang kami dapatkan setelah ikut seminar parenting. Takut ada yang komen dan tanya, kok gak ngikutin Qur'an dan sunnah Rasulullah, sih? Saya langsung jawab, ya.. Inshaa Allah saya dan suami juga mem-filter sumber mana yang paling sesuai sama Qur'an dan sunnah, dan mana yang enggak, kok. Praktik di lapangan, kami juga menyesuaikan dengan sikon keluarga kami. Masih sering juga, sabar saya mentok, terus ilmu parenting jadi mental semua *ampuuuun, bu Elly*.
Cara Mama mendidik saya dulu, berpengaruh juga ke dalam diri saya. Mama saya bisa dibilang ibu yang tegas, disiplin dan galak. Ada kebiasaan beliau dalam pengasuhan anak yang harus saya patahkan dan gak saya terapkan ke Laras. Mungkin karena memang sudah tertanam di bawah alam sadar, kadang kebiasaan itu suka keluar dari saya. Disitulah saya harus banyak belajar lagi berjuang mengendalikan diri.
Mama saya dulu adalah working at home mom, jadi biarpun Mama sibuk kerja, dia masih bisa mengawasi dan mengurus saya dan adik. Mama mertua juga stay at home mom dengan 3 anak. Sementara saya adalah working mom, 8 jam lebih waktu yang saya habiskan di luar rumah. Saya gak bisa nyontek cara mereka soal manajemen waktu dalam mengurus anak, rumah dan bekerja. Yang saya ingat dan saya jadikan contoh, sesibuk-sibuknya Mama, masih sempat nemenin saya dan adik belajar. Mama saya dulu buka usaha jahitan, jadi tiap malam, sambil menyelesaikan orderan jahit baju, beliau mengajari kami. Biasanya Mama bikin soal latihan, saya dan adik mengerjakan sampai selesai, nanti hasilnya dikoreksi dan dikasih nilai.
Saya mencoba juga seperti Mama, berusaha selalu mendampingi Laras belajar. Secapek-capeknya pulang dari kantor, kalau memang Laras ada PR, mau UTS/UAS, ulangan, hafalan atau sekedar review pelajaran, saya harus nemenin. Emang ya, yang namanya nemenin dan ngajarin anak belajar itu, butuh kesabaran berkali-kali lipat. Pantes aja dulu Mama sering marah-marah hahaha.
Mama kepengen anak-anaknya itu mandiri dan bisa bantu beliau soal kerjaan rumah. Makanya dari kecil, Mama biasain saya dan adik buat mengerjakan kerjaan rumah yang gak terlalu berat, kayak menyapu, mengepel, cuci piring. Saya selalu diminta untuk bantuin masak, sekedar kupas dan motong bawang, motong cabe, masak nasi yang harus ngaron dulu, bersihin ikan/ayam dsbnya. Saya ngerasain pengalaman itu berguna banget pas saya dewasa, apalagi waktu nge-kost. Bukan berarti jago masak, tapi gak kaku lah kalau di dapur. Ngerjain tugas rutin rumah juga jadi biasa. Seenggaknya gak malu-maluin kalau lagi mudik ke rumah mertua.
Laras juga udah mulai saya kenalin sama pekerjaan rumah, masih yang sederhana sih. Saya biasain cuci piring sendiri sehabis makan. Masih harus diulang dan dikasih tau karena hasilnya masih belum bersih. Laras bantu menyiram tanaman hampir setiap sore. Masukin bajunya sendiri yang abis disetrika ke lemari. Pernah bantuin mengepel waktu si mbak ART mudik, dan saya harus tutup mata dan ngulang lagi karena lantai jadi becek. Masih banyak salahnya, tapi Laras terus belajar biar jadi biasa. Kalau udah pintar, nanti kan saya gak perlu hire ART lagi *ketawa setan*
Itu tadi beberapa contoh aja, kalau dari pendidikan moral. Sama seperti orangtua lainnya, Mama selalu mengajarkan anak-anaknya untuk jadi orang yang jujur, bertanggungjawab, disiplin, dan hal baik lainnya. Yang paling saya ingat, Mama secara gak langsung mengajarkan kami untuk jadi manusia yang tegar, sabar, kuat dan berani. Karena banyaknya ujian dan cobaan yang dulu sering Mama hadapi, saya jadi belajar dari Mama. Sebagai ibu, Mama mengajarkan saya untuk jadi ibu dan wanita yang kuat dan mandiri. Ibu boleh sedih, boleh menangis, tapi semua ujian harus dihadapi. Dari Mama juga, saya belajar bahwa ibu bisa jadi ayah sekaligus jadi ibu.
Biarpun cara saya dan Mama dalam mengasuh anak mungkin banyak bedanya. Saya ambil yang positifnya dan ganti yang negatifnya dengan cara yang lebih baik. Semoga Laras nanti bisa jadi manusia yang lebih baik dari orangtuanya. Bisa ambil sisi positif dari saya dan suami juga saat nanti Laras mendidik anak-anaknya kelak.
Makasih udah mau berbagi cerita di sini ya, Rin. Semoga bermanfaat bagi kita para orang tua. *ketjup basah*